Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Dephub Effendy Batubara di Jakarta, kemarin mengatakan, peyimpangan terhadap kepemilikan kapal dan SIUPAL itu bukan saja menggangu, tapi juga berakibat negative terhadap opersional kapal.

Masalah perpindahan kepemilikan kapal misalnya, baru diketahui petugas Dephub setelah kapal tersebut mengalami kecelakaan. Bahkan tak jarang antara pemilik kapal yang terdaftar dengan pemilik terakhir yang tertera sangat tidak jelas, karena kapal tersebut suah pindah tangan.

Kasus terakhir terjadi terhadap kapal motor tanker MT Permili yang terbakar pada 3 November 2007 lalu di galangan kapal Dok Koja Bahari, Tanjung Priok. Ketika ditelusuri, ternyata pemilik kapal itu bukan lagi seperti yang terdaftar dalam SIUPAL.

"Bukan Cuma satu kasus, hal semacam ini banyak terjadi. Karena kami akan lakukan penertiban, sebab ini sudah sangat membahayakan pelayaran kita. Dan lebih bahaya lagi bila itu terjadi pada kapal penumpang, dimana saat kecelakkan banyak korban manusia atau penumpangnya" kata Effendy.

Menurut dia, penertiban dilakukan bukan saka terhadap operator kapal, tapi juga petugas di lapangan. Apabila masalah tersebut, bisa saja terjadi kelalaian petugas. Dalam hal ini, pengajuan SIUPAL tidak melakukan pengecekan fisik kapal. "Wajib petugas melakukan cek fisik bila akan menertibkan SIUPAL. Jangan sampai izin dikeluarkan, tapi kapalnya tidak ada atau disalahgunakan,"tuturnya.

Soal perpindahan kepemilikan kapal dan operator"bodong" yang hanya memegang SIUPAL ini, Effendy menambahkan, sudah terjadi bertahun – tahun dan modusnya juga beragam. Sayangnya, kasus yang dapat menimbulkan penilaian negative itu belum juga mampu diselesaikan.

"Kita memulai penertiban itu, dengan mengedepankan masalah keamanan dan pengamanan. Dari sini nantinya bisa diketahui, kapal mana saja yang sudah berpindah tangan dan operator mana sajayang sudah memiliki SIUPAL, tapi tidak mempunyai kapal, "katanya.

Pada tahap awal, Dephub sudah melakukan pendataan melalui sumber – sumber data dari seluruh pelabuhan di Indonesia. Kalau hanya mengandalkan data yang ada di kantor pusat sangat sulit. Sebab data kapal yang ada masih sangat manual, sehingga diperlukan waktu cukup lama.

"Kita benahi administrasi itu, termsuk juga kita lakukan konversi dari data manual ke data digital. Dengan data digital itu, maka kita bisa tahu kapal itu milik siapa dan berapa banyak SIUPAL tersebut dikeluarkan, termasuk nama kapalnya" ucap Effendy.

Dalam penertiban itu, Dephub mengeluarkan delapak kebijakan yang mengacu pada perwujudan pencapaian kecelakaan nihil (zero accident). Di antaranya reformasi regulasi, sebagai paying hokum untuk menertibkan semua pelaku pelanggaran di semua lini. Di mana, salah satunya dengan UU Pelayaran yang sampai saat ini sedang digodok.

Sumber : Suara Karya, 14 November 2007