”Itu hanya isu menyesatkan yang sengaja dibuat untuk merusak citra hubungan Dephub dengan kepolisian di mata masyarakat. Dephub sama sekali tidak niat untuk mengambil alih pengelolaan SIM, BPKB dan STNK dari Polri,” ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Dephub Bambang S Ervan. Bambang menyesalkan aksi sejumlah pihak yang mengembuskan isu bahwa proses pengelolaan SIM, BPKB dan STNK akan diambil alih oleh institusi pengatur kebijakan transportasi tersebut dari lembaga kepolisian yang selama ini menanganinya.

Selain berupaya merusak hubungan Dephub dan Polri, lanjut Bambang, pihak-pihak yang menyebarluaskan isu tersebut juga ingin membodohi masyarakat dengan menyebarkan informasi tidak benar dan menyesatkan. Ditegaskannya, tidak ada satu pun pasal dalam RUU LLAJ yang menyebutkan bahwa kewenangan pengurusan SIM akan dilakukan oleh Dephub seperti yang diisukan. Dia meminta kepada seluruh pihak yang terkait dalam proses penerbitan SIM untuk tidak menaruh kekhawatiran yang dinilai ’salah kaprah’ tersebut. ”Jadi, tidak perlu ada yang ketakutan atau risau atas sesuatu yang sebenarnya tidak ada,” imbuhnya.

Menhub Jusman Syafii Djamal sendiri, jelas Bambang, telah beberapa kali bertemu dengan para petinggi Polri baik pada masa kepemimpinan Jendral (Pol) Sutanto maupun penggantinya, Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Dhanuri, menjelaskan soal komitmen tersebut. Kepada wartawan, Menhub sendiri pernah menyatakan penegasan terkait masalah ini seusai menerima Kapolri Bambang Hendarso Dhanuri, 19 November 2008, di kantornya. ”Dephub tidak akan mengambil alih pengelolaan pengurusan SIM,” kata Menhub yang saat itu juga didampingi Kapolri.

Sejauh ini pula, lanjut Bambang, hubungan antara Dephub dan Polri tetap harmonis. ”Yang ribut sendiri itu mereka, orang-orang di luar Polri dan Dephub. Kalau kita (Dephub dan Polri) sih tenang-tenang saja, karena memang tidak ada masalah yang harus diperdebatkan terkait RUU LLAJ. Mereka ingin hubungan Dephub dan Polri rusak,” paparnya. Dephub, sambung Bambang, juga tidak akan memperdebatkan perihal kepengurusan SIM

Dipaparkan Bambang, proses penyususan RUU LLAJ ke DPR telah melalui mekanisme dan prosedur pengajuan sebuah RUU. Ide awal penyempurnaan UU No 14/1992 tentang LLAJ dimulai pada seminar yang digelar Badan Litbang Dephub, 12 November 2001. ”Semua stake holder yang terkait masalah ini diundang, termasuk Polri dan Organda,” jelas Bambang.
 
Hingga akhirnya, keputusan untuk melakukan penyempurnaan UU No 14/1992 muncul. Untuk membahasnya, dibentuklah tim interdep yang terdiri dari seluruh instansi terkait pada 2003. ”Pembahasan pertama yang dihadiri seluruh angota tim, termasuk wakil dari Polri, dilakukan 30 September 2003. Pembahasan kedua digelar 3-4 November 2003,” sambungnya.

Menyusul setahun kemudian, pada 2004, melalui Keputusan Menteri Perhubungan No 87/2004, disusun kembali Tim Interdep yang juga menyertakan perwakilan dari Polri untuk melanjutkan pembahasan pada 15 Juni 2004. Proses selanjutnya, dengan ditetapkannya UU 10/2004 tentang penyusunan Peraturan Perundang-undangan, maka proses penyiapan RUU disesuaikan dengan prosedur ketentuan UU tersebut.

Kemudian, setelah dilakukan harmonisasi, RUU LLAJ ini disampaikan kepada Presiden yang kemudian disampaikan kepada pimpinan DPR-RI dengan surat presiden No R.95/Pres/II/2005 tanggal 10 Nopember 2005. ”Nanti pada saat pembahasan dilakukan di DPR dimulai, yang akan bertindak menjadi wakil pemerintah ada tiga institusi,  yaitu Dephub, Dephuk HAM dan Polri,” kata Bambang. (DIP)