Menurut Kepala Subbag Humas & KSLN Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Bambang Sutrisna, M Si, melaui workshop ini para peserta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikirannya guna menyempurnakan Draft Prosedur Tetap Penanggulangan Tumpahan Minyak di Pelabuhan Kepulauan Seribu. Kegiatan workshop itu sendiri diikuti oleh diikuti oleh stakeholder terkait, seperti Pemerintah Daerah Kepulauan Seribu, Polres Kepulauan Seribu, PERTAMINA, BP MIGAS, PT. CNOOC SES Ltd, BP West-Java, dan Adpel Kepulauan Seribu.

Penyusunan Protap tersebut, sesuai dengan Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dimana pada Bab XII mengatur tentang Penyelenggaraan Perlindungan Lingkungan Maritim, yang nantinya akan dilakukan melalui Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal dan Kegiatan Kepelabuhanan, serta mengatur kewajiban setiap Pelabuhan untuk memenuhi Persyaratan Peralatan dan Bahan Penanggulangan Pencemaran, serta Wajib Memiliki Standar dan Prosedur Tanggap Darurat Penanggulangan Pencemaran.

Lebih jauh Bambang Sutrisna mengatakan, bahwa guna memberikan pedoman dalam penyusunan Sistem dan Prosedur Tanggap Darurat, Tim Nasional Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut telah mengadakan Rapat Kerja Kelompok Kerja (Pokja) di Jakarta pada tanggal 10 -11 Desember 2008 dan telah menghasilkan Draft PROTAP Penanggulangan Tumpahan Minyak Tier 3, yang selanjutnya akan segera ditetapkan oleh Menteri Perhubungan sebagai  PROTAP Nasional dan menjadi menjadi Pedoman bagi Bupati/Walikota, Adpel/Kanpel dan Pimpinan Perusahaan MIGAS dalam menetapkan PROTAP Tier 1 dan Tier 2.

Sesuai  Peraturan Presiden Nomor. 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang dimaksud Tier 1, adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar wilayah kerja pelabuhan, atau di wilayah kerja unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan  lain yang mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain. Ketua Pelaksana Penanggulangan Tier 1 adalah Administrator Pelabuhan (ADPEL)/Kepala Kantor Pelabuhan (KAKANPEL).
Tier 2 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar wilayah kerja pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan  lain yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia wilayah kerja pada pelabuhan atau wilayah kerja unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit  kegiatan lain berdasarkan tingkatan tier 1. Ketua Pelaksana Penanggulangan Tier 2 adalah Adpel Koordinator.
Sedangkan Tier 3, adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar wilayah kerja pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan  lain yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia disuatu wilayah berdasarkan tingkatan tier 2 atau menyebar melintasi batas wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketua Pelaksana Penanggulangan Tier 3 adalah Dirjen Hubla.

Dari data yang ada pada direktorat jenderal Perhubungan Laut sepanjang tahun 2008 saja telah terjadi sebanyak 3 kejadian pencemaran di laut. Pertama, terjadi pada tanggal 17 Oktober 2008 di perairan Kepulauan Seribu berupa pencemaran Tar Ball dimana sumber pencemar tidak diketahui, Kedua, terjadi  di perairan Indramayu pada tanggal 27 Januari 2008, ketiga, terjadi pada bulan September 2008 berupa pencemaran Nafta dan Crude Oil yang diakibatkan kebakaran MT. Pendopo dan kebocoran hose pipa. (SLO).