Direktur Angkutan Udara Dephub Tri Sunoko mengatakan, pencabutan akan dilakukan bagi maskapai yang— karena masalah internal— lambat hingga di atas tiga jam selama empat kali dalam sepekan. Rencana sanksi akan termuat dalam revisi Keputusan Menteri No 81/2004 tentang Angkutan Udara. "Rencana sanksi itu akan kita bahas dengan seluruh maskapai sebelum diterapkan," ujar dia seusai diskusi tentang permasalahan keterlambatan penerbangan di Jakarta kemarin.

Adapun revisi keputusan tersebut akan dirilis April 2008 dan efektif diberlakukan per 1 Mei 2008 setelah dilakukan sosialisasi kepada maskapai.Dalam revisi itu disebutkan kewajiban memberi kompensasi kepada penumpang ditetapkan berdasarkan lama keterlambatan. Keterlambatan antara 30– 90 menit mewajibkan maskapai memberi refreshment atau makanan ringan kepada penumpang. Jika terlambat antara 90–180 menit, selain refreshmentmaskapai juga diwajibkan memberi makanan berat sesuai waktu keterlambatan.

Kompensasi lainnya, maskapai wajib memfasilitasi penerbangan lanjutan atau pengalihan ke maskapai lain jika penumpang meminta. Adapun untuk keterlambatan di atas 180 menit diusulkan kewajiban memberi akomodasi (penginapan) selain bentuk kompensasi di atas. Tri mengingatkan, aturan tersebut hanya berlaku untuk setiap keterlambatan karena faktor internal.Penyebab lain seperti cuaca buruk serta permasalahan di bandara tidakmenjadibagiandarikewajiban pemberian kompensasi.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Angkutan Udara Domestik Dephub Hemi Pamuraharjomenuturkan, pemerintah memberi perlu sanksi tegas karena maskapai sering terlambat.Maskapai baru bisa mengajukan izin rute baru setahun setelah izin dicabut. Berdasarkan hasil pendataan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Dephub, permasalahan teknik atau faktor internal maskapai menjadi penyebab utama keterlambatan penerbangan.

Mengutip laporan 11 maskapai nasional kepada Dephub— antara lain dari Garuda, Merpati, dan Lion Air— diketahui, 30,61% keterlambatan dipicu masalah teknik. Permasalahan teknik terkait dengan kondisi pesawat, termasuk permasalahan operasional seperti kru datang terlambat dan hambatan saat penanganan di darat. Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanuddin tidak menolak maupun menyetujui rencana penetapan sanksi tersebut.

"Itu masih wacana, walaupun mungkin juga menjadi kenyataan.Intinya,masih perlu dibahas lagi oleh maskapai dan pemerintah,"kata dia.

Sumber: Sindo Online (19/03/2008)