"Siapa saja boleh mendirikan maskapai baru. Asalkan mereka mengikuti aturan mainnya, saya jamin tidak ada masalah," ujar Direktur Angkutan Udara Direktorat Perhubungan Udara Dephub Tri Sunoko, dalam pertemuan dengan maskapai penerbangan Indonesia di Hotel Sari Pan Pacific, Sabtu (15/11). Bahkan, perusahaan angkutan darat pun tidak dilarang untuk mengajukan permohonan pendirian maskapai penerbangan. "Siapa pun, sah-sah saja membuat pengajuan. Seperti Lorena misalnya, tidak kita larang. Yang penting semua prosedur aturan main diikuti," katanya.

Dipaparkan Tri Sunoko, aturan main yang dimaksudkannya tersebut adalah persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam perundang-undangan Indonesia. "Misalnya untuk mengajukan pendirian maskapai niaga berjadwal baru, pemohon diwajibkan mengoperasikan minimal lima pesawat, di mana dua pesawat di antaranya harus berstatus milik sendiri," jelasnya. Sedangkan syarat untuk pendirian maskapai carter, diwajibkan mengoperasikan dua pesawat dengan satu pesawat di antaranya berstatus milik sendiri.

Aturan lain adalah, perusahaan baru tersebut juga harus memiliki penyertaan modal yang besar dan kuat. Besaran jumlah modal harus disesuaikan dengan besar-kecilnya pesawat yang dioperasikan. "Perusahaan juga harus memiliki daya tahan operasi minimal lima tahun," katanya. Ketika seluruh persyaratan utama telah dipenuhi dengan baik, pengaju akan mendapatkan Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP). Tahapan berikutnya adalah, perusahaan tersebut harus mengajukan air operator certificate (AOC) dan izin rute. "Untuk SIUP, yang mengeluarkannya adalah Direktorat Kelaikan Udara," imbuh Kepala Pusat Kommunikasi Publik Dephub Bambang S Ervan.

Saat ini, lanjut Tri Sunoko, pihaknya tengah memproses izin pendirian 10 maskapai penerbangan baru yang terdiri dari enam maskapai carter, dua maskapai niaga dan dua yang non-niaga. Keenam maskapai carter yang tengah memproses izin adalah Asia Link Cargo, Armindo, Enggang, Global Madya Kencana, Atlas Delta Aviation, dan Jhonlin Air Transport. Sedangkan sisanya adalah Travira dan North Aceh untuk untuk kategori maskapai berjadwal niaga, serta NAM dan Dirgantara Indonesia untuk non-niaga. "Total maskapai yang sudah beroperasi saat ini ada 49 perusahaan, terdiri dari penerbangan niaga berjadwal dan carter," pungkas Tri Sunoko. (DIP)