Pemberian sanksi tersebut tertuang dalam surat keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Nomor SK.2997/HK/402/DRJD/2008 yang dirilis pada tanggal 3 November 2008. ”Keputusan ini berlaku mulai Jumat, 14 November 2008,” jelas Dirjen Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (13/11).

Suroyo merinci, perusahaan-perusahaan yang terkena sanksi tersebut antara lain CV Tri Kusuma yang kedapatan melakukan pelanggaran tarif pada 5 Oktober 2008. Bus jurusan Gombong-Jakarta bernopol R 2810 CA milik perusahaan tersebut terkena sanksi stop operasi selama 5 minggu. Sedangkan CV Tri Kusuma sebagai pemilik kendaraan, terkena sanksi pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 5 bulan dengan prosentase pelanggaran sebesar 102 persen.

Perusahaan dengan jumlah kendaraan pelanggar terbanyak adalah PO Menara Jaya. Ada 6 bus milik perusahaan ini yang terkena sanksi stop operasi antara 2-6 minggu. ”Untuk perusahaannya kita beriksan sanksi pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 6 bulan,” terang Suroyo. Prosentase pelanggaran yang dilakukan perusahaan ini antara 24-111 persen.

PO Rajabasa Utama juga terkena sanksi serupa dengan Menara Jaya, yaitu pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 6 bulan. Jumlah bus milik PO Rajabasa Utama yang kedapatan melakukan pelanggaran sebanyak satu unit, tetapi prosentase pelanggaran yang dilakukannya tergolong yang tertinggi, yaitu mencapai 207 persen. Sedangkan Bus B 5321 AE jurusan Jakarta-Lampung yang melakukan pelanggaran terkena sanksi pelarangan pengoperasian kendaraan selama 6 minggu.

Perusahaan lain yang terkena sanksi adalah Dahlia Indah (1 bus), terkena 2 minggu stop operasi dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 2 bulan; Dedy Jaya  (4 bus), 4-5 minggu stop operasi dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 5 bulan; serta Dewi Sri (4 bus), 4-5 minggu stop operasi dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 5 bulan.

Selanjutnya adalah PO Duta Wisata (1 bus) 4 minggu stop operasi dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 4 bulan; Gardena (1 bus) 2 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 2 bulan; Jaya Baru (1 bus) 5 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 5 bulan; Madona (1 bus), 4 minggu minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 4 bulan; dan Merdeka (2 bus) 1-3 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 3 bulan.

Perusahaan lain yang juga terkena sanksi adalah Patmos Jaya (1 bus) 5 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 5 bulan; Perusda Aneka Wira Usaha (1 bus) 3 minggu stop operasi dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 3 bulan; Putri Jaya (2 bus) 3-5 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 5 bulan; Ramayana (1 bus) 4 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 4 bulan; Remaja Transport (1 bus) 2 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 2 bulan.

Disusul kemudian PO Santoso (1 bus), 4 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 4 bulan; Sari Indah (1 bus) 4 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 4 bulan; Selera Masa (1 bus) 2 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 2 bulan; serta Sri Mulyo (1 bus) 3 minggu stop operasi dan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 3 bulan.

Suroyo menambahkan, pemberian sanksi tersebut didasari pada hasil analisis dan evaluasi yang tertuang dalam berita acara nomor PR.301/6/17/DJPD/2008 tertanggal 30 Oktober 2008. Pimpinan perusahaan yang terkena sanksi wajib menyerahkan kartu pengawasan (KPS) dan buku uji kendaraan (KIR) yang bersangkutan kepada Ditjen Perhubungan Darat selambatnya 13 November 2008.

”KPS dan buku KIR itu dapat diambil lagi setelah masa sanksi berakhir,” jelasnya. Sementara selama sanksi diberlakukan, lanjut Suroyo, pengawasan akan dilakukan oleh kepala Dinas Perhubungan/LLAJ provinsi dan kabupaten/kota sesuai domisili perusahaa bus pelanggar, serta kepala terminal sesuai asal/tujuan trayek dari kendaraan yang melanggar. (DIP)