Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Effendi Batubara mengatakan untuk mengatasi kongesti di Pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan pelabuhan terbesar di Indonesia itu dinilai lebih penting daripada membangun pelabuhan baru.

Dengan demikian, lanjutnya, pemerintah akan memprioritaskan kebijakan mengatasi kongesti pada pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Dengan demikian, pembangunan perkantoran yang tidak berhubungan dengan kegiatan kepelabuhanan di kawasan itu akan dibatasi.
"Masalah kongesti bersifat temporer. Ada beberapa jalan yang bisa dilakukan untuk mengatasinya, salah satunya adalah dengan meningkatkan YOR [yard occupancy ratio/ tingkat kepadatan lapangan]. Selain itu, peningkatan kapasitas bisa dilakukan dengan memperluas lapangan penumpukan," katanya kepada Bisnis, kemarin.

Dia mengatakan hal itu menanggapi kalangan pengguna jasa angkutan laut yang mendesak pemerintah segera menyiapkan pelabuhan baru agar tidak terjadi kongesti di Tanjung Priok.

Usulan pengusaha itu sendiri didasarkan pada kongesti yang terjadi di Tanjung Priok selama lebih dari sepekan terakhir ini dengan tingkat kepadatan lapangan penumpukan lebih dari 100%.

Effendi menjelaskan perluasan lapangan penumpukan dilakukan dengan mengoptimalkan lahan yang ada, yakni menghilangkan bangunan-bangunan yang tidak berhubungan dengan kegiatan kepelabuhanan.

"Selain itu, gudang-gudang yang tidak terpakai juga akan dihilangkan sehingga bisa digunakan sebagai lapangan penumpukan peti kemas," ujarnya.

Tak memadai lagi

Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan kapasitas tampung Pelabuhan Tanjung Priok tidak mampu lagi menerima pertumbuhan arus kontainer impor yang terus meningkat.

Berdasarkan data arus kontainer impor melalui terminal kontainer terbesar yang dikelola oleh PT Jakarta International Terminal Container (JICT), selama Januari 2008 meningkat sekitar 30%, yakni mencapai 96.000 twenty-foot equivalent units (TEUs), sedangkan selama Desember 2007 mencapai 104.000 TEUs.

Sumber : Bisnis Indonesia, 19 Februari 2008