Kerja sama itu juga diharapkan mendorong Uni Eropa (UE) mencabut larangan terbang ke Eropa bagi maskapai penerbangan asal Indonesia.

Pembahasan mengenai solusi untuk mengakhiri larangan terbang maskapai penerbangan Indonesia oleh Uni Eropa itu dilakukan saat Menlu Hassan Wirajuda bertemu dengan Menlu Republik Federal Jerman, Frank-Walter Steinmeir, kemarin.

"Kami bertukar pandangan untuk menyelesaikan masalah ini [pelarangan terbang] secepatnya," tutur Menlu Wirajuda.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia menyambut baik tawaran kerja sama yang disampaikan oleh Pemerintah Jerman untuk melibatkan ahli-ahli dari Lufthansa guna membantu Garuda Indonesia meningkatkan kompetensinya.

Sebelumnya, BUMN itu juga sudah menjalin kerja sama dengan maskapai penerbangan Belanda, KLM. Uni Eropa sendiri akan menggelar sidang untuk membahas larangan terbang pada bulan depan.

Keputusan dicabut atau tidaknya larangan terbang terhadap maskapai penerbangan dari Indonesia akan mempertimbangkan hasil pengamatan yang dilakukan sebelumnya.

Tunggu sidang UE

Menurut Menhub Jusman Syafii Djamal, saat ini Indonesia tinggal menunggu sidang yang digelar Uni Eropa pada Maret atau April mendatang untuk mengambil keputusan apakah melanjutkan atau mencabut larangan terbang bagi maskapai penerbangan Indonesia.

"Tetapi, mereka pasti susah [mengambil keputusan]. Soalnya, ada 26 negara yang harus diakomodasi suaranya," paparnya seusai sidang kabinet paripurna di Istana Negara, kemarin.

Dia mengatakan yang dilakukan Indonesia saat ini adalah berkonsentrasi meningkatkan standar keselamatan dan keamanan penerbangan.

Di sisi lain, Jusman menilai keputusan Uni Eropa yang menekan Indonesia untuk memperbaiki tingkat keselamatan penerbangan sebagai hal yang aneh. "Tetapi, apa yang sesungguhnya diminta UE hingga saat ini masih belum jelas."

Uni Eropa memang hanya meminta Indonesia untuk mengikuti saran yang mereka berikan. Namun, beberapa masukan yang disampaikan UE, menurut Menhub, sebetulnya justru tidak logis.

Misalnya, permintaan agar Dirjen Perhubungan Udara tidak boleh dibiayai oleh Menteri Perhubungan dengan alasan agar independen, jelas tidak dapat diterapkan oleh Menhub.

Jusman menegaskan seharusnya dalam memberikan penilaian terhadap maskapai penerbangan di Indonesia, Uni Eropa berkonsentrasi pada sisi operasional saja.

"Dengan berbagai ketidaksesuaian tersebut, kedua pihak [Indonesia dan Uni Eropa] masih perlu bertemu kembali," tutur Menhub.

Sumber: Bisnis Indonesia Online (28 Februari 2008)