"Kita sekarang kewalahan memenuhi permintaan. Bukan hanya dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Permintaan itu tidak hanya terbatas kepada tenaga penerbang, tapi juga perwira pelaut. Mereka berdatangan kepada kita untuk segera mengirimkan lulusan ke sana," ungkap Kepala Badan Diklat Dedi Darmawan, Selasa (22/7). "Jadi, bukan hanya minta. Mereka juga kepingin pemuda-pemuda mereka mendapat gemblengan di sini. Ini sebuah kebanggaan besar buat Indonesia, Departemen Perhubungan khususnya," kata Dedi.

Di dalam negeri sendiri pun, beberapa maskapai telah mengajukan kerja sama dalam hal pengadaan tenaga penerbang untuk memenuhi kebutuhan perusahaannya. Salah satunya adalah maskapai Lion Air. Sudah dua tahun akademik ini Lion memberikan subsidi kepada sejumlah taruna STPI yang telah di-screening-nya untuk menjalani pendidikan ikatan dinas.

Dipaparkan Dedi, khusus untuk tenaga teknisi pesawat, saat ini STPI Curug baru bisa meluluskan 120 teknisi per tahun. Itu pun para teknisi dengan sertifikat basic lisence. Sementara kebutuhan dunia untuk teknisi level tersebut mencapai sekitar 5000 orang. Sedangkan untuk teknisi bersertifikat rating alias tenaga spesialis, kebutuhan permintaan saat ini mencapai lebih dari 1000 orang per tahun. "Dan, STPI belum bisa menyuplai level ini," lanjutnya

.Atas dasar itulah, Dedi menegaskan, pihaknya akan meng-upgrade format pendidikan STPI untuk tidak hanya terkonsentrasi kepada pemenuhan tenaga penerbang. Tetapi juga mengembangkan pendidikan untuk teknisi, yang pada kenyataannya kebutuhan untuk ini jauh lebih tinggi dari kebutuhan penerbang.

"Kita akan geser format pendidikan STPI menjadi ke depan menuju International Approval Maintenance Training School yang mengadopsi stadar FAA, EASA dan ICAO sekaligus. Ini untuk menjawab kebutuhan dunia. Jadi, nanti tidak cuma ngurusin penerbang, tetapi juga maintenance yang fokus pada konsep rancang bangun pesawat dan perawatannya," ujarnya.

Dedi menyebutkan, untuk mengurusi perawatan satu unit pesawat Boeing seri 737-200 saja, dibutuhkan minimal 6 orang teknisi yang terdiri dari seorang teknisi rating dan lima teknisis basic lisence. "Bisa dibayangkan berapa besar kebutuhannya. Di dalam negeri saja ada berapa banyak pesawat yang harus ditangani, belum lagi di luar negeri?" katanya.

Potensi permintaan dunia penerbangan yang besar itulah, Dedi kembali menegaskan, menjadi pemicu utama institusinya untuk mengembangkan STPI dengan motto baru: Built Safety With Better Maintenance Training. "Ini potensi pasar yang sangat besar, yang tidak bisa kita diamkan. Untuk memperkuat potensi itu adalah mengembangkan STPI Curug sebagai sekolah penerbang yang akan meluluskan tenaga penerbang dan teknisi pesawat yang profesional, ," tegasnya.

Tingginya permintaan ini juga tidak lepas dari pengaruh lajunya industri penerbangan dunia. Hal ini terlihat dari data pertumbuhan penumpang dan pergerakan pesawat penupang dan barang secara nasional, regional maupun inetnasional pada lima tahun terakhir. Tahun 2007 jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 39 juta orang dan jumlah pergerakan pesawat terbang sekitar 483.179 pergerakan, atau meningkat hingga 300 dalam tujuh tahun degan pertumbuhan rata-rata 42,8 hingga 71,4 persen tahun.

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perawatan Pesawat Terbang Indonesia (Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association/IAMSA) Agus Supraptomo mengatakan bahwa permintaan jasa perawatan pesawat yang beroperasi di Indonesia belum terserap optimal oleh pusat perawatan pesawat nasional.

Menurutnya, penyerapan oleh pusat perawatan nasional hanya sekitar 40 persen. "Sisanya diserap pusat perawatan pesawat luar negeri," katanya usai rapat dengar pendapat dengan Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, belum lama ini. Padahal, permintaan jasa perawatan pesawat di Indonesia mencapai USD 750 hingga USD 800 juta per tahun. "Jumlah itu bakal meningkat terus, sebab pertumbuhan di dunia mencapai lima persen, di Asia Pasifik 10 persen," lanjutnya.

Dukungan Boeing Industries dan Merpati

Saat ini, konsentrasi utama STPI yang juga telah mengadopsi aturan-aturan yang dikeluarn ICAO dalam silabusnya, masih terfokus pada pendidikan penerbang dengan program studi penerbang, keselamatan penerbangan, teknik penerbangan dan manajemen penerbangan. Dengan akan digesernya format pendidikan, bukan berarti STPI akan mengurangi fokusnya dalam menyediakan tenaga-tenaga penerbang andal yang permintaannya juga begitu tinggi.

"Untuk program penerbang, kita sudah merancang yang namanya PC 200. Yaitu target mencetak pilot-pilot andal bersertifikat minimal 00 orang per tahun. Selain itu, kita juga punya AIP ’60. Ini bagian dari program ’Officer Plus’ yang kami rancang untuk menyetak tenaga-tenaga ahli pilihan dengan kemampuan tambahan dengan ikatan dinas," papar Dedi.

Dia menegaskan, tingginya minat terhadap lulusan sekolah yang berdiri sejak 1 Juni 1952 itu bukan tanpa alasan. Reputasi STPI yang telah mendunia juga telah menarik minat perusahan pembuat pesawat besar dunia seperti Boeing Industries. Boeing yang rupanya telah mendengar rencana pengembangan STPI tersebut, kata Dedi, telah menawarkan kerja sama memberikan bantuan untuk tenaga instruktur teknisi pesawat. "Mereka sudah datang ke sekolah kita untuk menyatakan ketertarikannya bekerja sama."

Tak hanya Boeing, maskapai nasional Merpati Nusantara Ailines juga telah menyatakan kesanggupannya untuk mendukung program STPI dalam mengembangkan pendidikan maintenance tersebut. Yaitu dengan menyerahkan sejumlah pesawat-pesawatnya yang telah tidak laik terbang sebagai bahan praktikum para taruna STPI. "Kita berharap besar, Indonesia melalui STPI bisa turut memberikan warna dominan pada industri penerbngan internasional," harapnya. (DIP)