Opsi pertama, jelas Menhub, adalah mendorong regulator penerbangan Indonesia bekerja sama dengan organisasi penerbangan sipil internasional, ICAO untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Alasannya, latar belakang pemblokadean Eropa itu didasari hasil audit ICAO. "Biar pun yang dipakai mereka adalah hasil audit ICAO tiga tahun lalu."

Opsi lainnya adalah merujuk pada hasil penilaian otoritas penerbangan Amerika Serikat, FAA, atas makapai Indonesia. FAA, kata Menhub, pernah menurunkan peringkat maskapai Indonesia dengan merujuk pengkategorian Departemen Perhubungan. "Sekarang, sudah ada sejumlah maskapai kita di kategori satu. Seharusnya, otomatis dinaikkan kembali. Karena dasarnya juga sudah berubah," katanya.

Pilihan lain yang diungkapkan Menhub adalah mengikuti yang diterapkan oleh pemerintah Australia. Yaitu melakukan audit sebelum memberlakukan larangan terbang. "Audit itu nantinya akan ditindaklanjuti dengan kerja sama peningkatan keselamatan penerbangan," sambung Menhub.

Menhub mengaku, dirinya telah mengemukakan opsi-opsi pencabutan larangan terbang itu saat bertemu dengan 19 duta besar Uni Eropa untuk Indonesia, di Jakarta, Senin (7/7). Pertemuan tersebut difasilitasi Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. "Saya sampaikan kalau alasan larangan terbang itu teknis, pasti ada alasannya. Dan kalau mau diperpanjang, juga pasti ada alasannya," ujarnya.

Menhub berharap, terkait evaluasi larangan terbang itu, pihak Eropa sedianya tidak menyederhanakan persoalan keselamatan penerbangan hanya sebatas masalah adminsitratif. Terlebih, menurut Menhub, seluruh dokumen yang dipersyaratkan telah diserahkan sesuai jadwal. "Sebaiknya itu tidak menjadi alasan," katanya.

Untuk diketahui, Uni Eropa menetapkan larangan terbang bagi 51 maskapai Indonesia sejak Juli 2007 dengan alasan keselamatan penerbangan. Sedianya pula, larangan ini akan dievaluasi dalam sidang Komisi Eropa, pada 10 Juli nanti. (DIP)