Mendung yang basah masih menggelayut di atas langit Pontianak. Padahal, sisa gerimis semalam pun belum kering dan menyisakan genangan air di sana-sini. Sebuah suasana yang membuat orang malas untuk memulai suatu kegiatan. Namun, tidak demikian dengan layanan bus Damri antarnegara Pontianak – Kuching yang akan berangkat tepat pukul 07.00 WIB. Meski jarum jam baru bergulir melewati angka 6, bus Damri sudah siaga di depan kantor pemasaran untuk menempuh perjalanan yang cukup panjang.

Ketika jarum jam mendekati angka tujuh. Tujuh orang penumpang naik dan memilih tempat duduk yang tersedia. Diawali dengan doa yang dipimpin oleh awak bus, tepat pukul 07.00 bus memulai perjalanannya. Lagu I want to Break Free-nya John Deacon dari kelompoknya Queen menghentak-hentak seolah membangunkan semangat agar penumpangnya lebih bergairah menempuh perjalanan ini.

Bus yang kami tumpangi berjalan mulus menyibak padatnya arus lalu lintas di kota Pontianak. Merayap di tengah kemacetan, melaju di kelengangan jalan. Meski tidak separah Jakarta, suasana lalu lintas di kota Pontianak terdapat juga titik-titik kemacetan. Apalagi dengan penggalian untuk jaringan pipa PAM yang tampak serentak hampir di setiap jalan protokol. Namun, tak ada gas meranung-raung atau klakson yang melolong-lolong minta diberikan jalan atau sekadar pelampiasan emosi di tengah kemacetan seperti halnya di Jakarta. Semua berjalan mengalir sesuai arus lalu lintas. Sesekali pengemudi harus mengerem karena kendaraan bermotor roda dua menyalib seenaknya yang dapat memancing emosi. Namun, pengemudi tetap tenang tak bergeming, tak terpancing.

"Sebagai operator bus antarnegara yang menghubungkan jalur Pontianak – Kuching, Damri masih menjadi pilihan bagi masyarakat karena kualitas pelayanannya," demikian Iwan Budiyanto, Kepala Seksi Operasi Damri Stasiun Pontianak dalam wawancara yang dilakukan di halaman kantor pemasaran Perum Damri Pontianak malam sebelumnya sambil menunggu kedatangan bus Damri dari Kuching. "Meskipun persaingan di trayek ini sangat ketat dengan adanya operator swasta yang membuka trayek yang sama, namun Damri masih tetap eksis," Iwan menambahkan.

"Selling point Damri adalah jumlah kursi yang hanya berjumlah 30 seats sehingga penumpang merasa lebih nyaman dalam perjalanan karena tempatnya yang lega, sementara operator bus lain diatur 36 sampai 40 seats, bahkan ada yang 45 seats. Selain itu, suspensi bus pun lebih empuk sehingga nyaman ketika melewati jalan yang rusak, tempat duduk yang lega dan reclining, juga diberikan tambahan kenyamanan berupa sandaran kaki (foot rest) yang dapat dinaikturunkan sesuai kebutuhan. Untuk perawatan bus, kami sangat concern dengan keselamatan serta kenyamanan bus di jalan dengan mengecek secara rutin kondisi bus secara periodik baik sebelum berangkat maupun saat tiba di tempat tujuan", tambahnya.

"Perjalanan Pontianak – Kuching untuk jarak 442 km ditempuh dalam waktu lebih kurang 10 jam dengan 2 kali tempat peristirahatan atau biasa disebut pengendali atau controlling yang berada di daerah Anjungan dan daerah Sosok, Kabulaten Sanggau. Sebetulnya dapat ditempuh 9 jam, namun karena di beberapa tempat masih terdapat jalan yang rusak dan ada yang sedang dalam perbaikan, waktu tempuh bisa menjadi 10 jam," ia menjelaskan panjang lebar.

Mengenai keamanan perjalanan, Alhamdulillah sampai saat ini masih relatif aman dan tidak ada gangguan kriminal. Mudah-mudahan ke depannya keamanan dapat terus terjaga. Gangguan keamanan justru terjadi saat melintas perkampungan berupa pelemparan batu oleh penduduk setempat sehingga dapat mengakibatkan kaca depan bus pecah atau retak. Apabila terjadi demikian, bus tidak dapat masuk Malaysia, meskipun cuma retak. Padahal, kaca depan harganya sangat mahal. Untuk menghindari hal ini, kami telah melakukan kordinasi dengan pemerintah daerah dan kepolisian setempat. Memang pelempar pernah tertangkap, tetapi timbul pelempar yang lain lagi.

Tetapi, menurut Mulyadi, salah seorang kejahatan pemalakan pernah terjadi terhadap bus yang dikemudikan. Menurutnya, belasan pengemudi kendaraan bermotor mencegat bus dan meminta sejumlah uang. Namun, ia menolak mentah-mentah permintaan itu dan melakukan perlawanan sehingga belasan calon pemalak melarikan diri.

Selain itu, lanjutnya, untuk memperoleh masukan dari konsumen, kami memberikan nomor layanan konsumen, baik melalui telepon ataupun SMS (short message service) yang kami pasang di dalam bus yang mudah terlihat oleh penumpang. Layanan SMS ini kami buka 24 jam dan selalu kami tanggapi.

"Bulan-bulan April sampai dengan Mei ini memang sepi penumpang. Biasanya mulai bulan Juli, saat libur sekolah penumpang sudah mulai meningkat. Ini kemungkinan juga akibat krisis global sehingga dampaknya mulai terasa di sini," jelas Ujas, Kepala Seksi Tata Usaha dan Kepegawaian Damri Stasiun Pontianak yang menemani perjalanan kami dari Pontianak – Kuching mencoba mengaitkan krisis global dengan tingkat keterisian bus Damri.

"Penumpang dari Pontianak – Kuching lebih memilih perjalanan malam hari dengan asumsi bisa beristirahat di perjalanan dan sampai di Kuching pagi hari untuk mengurus berbagai kegiatannya. Selesai mengurus kegiatan di Kuching, siangnya naik bus lagi ke Pontianak dan tiba pada malam harinya. Oleh karena itu, penumpang malam hari lebih banyak dibandingkan dengan pagi hari," imbuhnya. "Dua puluh orang," jawabnya tangkas ketika kami tanyakan, berapa penumpang terangkut tadi malam.

Bus Damri diberangkatkan dari Pontianak 3 kali pemberangkatan dari Pontianak dan 3 kali pemberangkatan dari Kuching dengan tarif Rp165.000,00 untuk sekali jalan. Apabila membeli sekaligus pergi/pulang mendapat potongan 10%. Pengumuman yang disampaikan oleh manajemen, terhitung mulai Senin, 6 Oktober 2008  pemberangkatan Bus Damri Pontianak – Kucing pukul 07.00, 20.30 dan pukul 21.00 WIB, sedangkan dari Kuching – Pontianak 07.30, 10.30, dan 12,00 waktu Malaysia. Pemberangkatan malam lebih banyak dilakukan malam hari karena atas permintaan penumpang yang umumnya lebih menyukai perjalanan malam.

Menurut Ujas, selama ini, aktivitas penumpang menuju Kuching di antaranya untuk liburan, bekerja, serta berobat, sedangkan untuk pengangkutan barang bisa dibilang jarang karena Damri lebih memfokuskan kepada angkutan penumpang daripada barang. Tetapi, Damri juga menyediakan satu truk barang untuk digunakan angkutan barang barang yang diangkut pun berupa bahan makanan, minuman, serta kebutuhan lainnya.

Namun, dalam pengangkutan barang menghadapi kendala pada bea cukai. Kini truk Damri tidak dioperasikan lagi kecuali ada yang mencarter.

Di samping persaingan dengan pengelola bus operator swasta, Damri juga menghadapi persaingan dengan mobil-mobil plat hitam dengan rute yang sama. Mereka bahkan menjemput penumpang secara door to door layaknya travel biro menggunakan minibus yang dapat mengangkut penumpang sampai 12 orang, Ujas menambahkan.

Kami pun terpancing untuk membuktikan. Ketika sampai di Entikong, perbatasan Indonesia – Malaysia  ternyata terdapat 5 mobil jenis tersebut berjajar menunggu penumpang. Kalau saja ada 50 penumpang terangkut, berarti hampir sama dengan kapasitas 2 buah bus Damri kehilangan penumpang.

Di kaca pembatas dengan penumpang tertera nomor telepon, sms, website, dan alamat email apabila pengguna jasa tidak puas terhadap layanan Bus DAMRI. Pada sisi yang lain, terdapat himbauan dari manajemen agar penumpang menegur/ melarang pengemudi yang ugal-ugalan, menggunakan HP/SMS saat mengemudi, menaikkan penumpang melebihi tempat duduk (30 seats), dan minum minuman beralkohol, sedangkan di kaca samping terdapat informasi nomor telepon yang dapat dihubungi untuk pemesanan melalui SMS.

Dari SMS yang diterima, masyarakat pengguna umumnya mengeluhkan ketepatan waktu sampai di tempat tujuan. Untuk tiap SMS yang masuk, pihak manajemen Damri  langsung merespon dan menjelaskan yang menjadi penyebab terlambat sampai tujuan. Demikian pula apabila kondisi jalan yang kurang baik yang menjadi penyebab karena di daerah Sosok, Kabupataen Sanggau terdapat lebih dari satu titik kerusakan jalan sehingga bus berjalan dengan sangat hati-hati sehingga waktu tempuh pun menjadi lebih lama.  Namun, selepas perbatasan Entikong hanya butuh waktu satu setengah jam sampai ke Kuching.

Untuk mengantisipasi kenaikan penumpang Pontianak – Kuching, Damri menambah armadanya dari 5 bus menjadi 7 bus, sedangkan untuk rute Pontianak – Brunei dilayanai oleh 4 bus. Untuk tahun 2009 ini, Damri Pontianak akan memperoleh tambahan 8 buah bus untuk memperkuat armada yang sudah ada. Diperkirakan tiba pada triwulan kedua dan triwulan akhir tahun 2009 ini. Kami tiba di Pinyu pukul 08.15. Tiga orang penumpang naik sehingga semua berjumlah 10 orang.

Seat Belt, Pemecah Kaca, TV, Bantal, Koran, Preman

Budiarto (55 tahun) merupakan salah seorang penumpang setia bus Damri ini. Bapak tiga anak yang menjabat sebagai Koordinator Pos Pengawas Obat dan Makanan (Pos POM) di Entikong ini menggunakan jasa bus Damri rata-rata tiga kali dalam sebulan. Berarti tiap sepuluh hari sekali ia naik Damri dari Pontianak menuju Pos POM Entikong. Menurutnya, Sejak dibuka rute Pontianak – Kuching oleh Damri, ia belum pernah menggunakan jasa bus selain Damri.

"Wah, saya nggak berani coba-coba bus lain takut kecewa. Kalau Damri pelayanannya sudah bagus, buat apa saya coba-coba yang lain," katanya.

Dulu, katanya sambil menerawang jauh berupaya menggali ingatannya yang sudah lama terpendam, perjalanan Pontianak – Entikong bisa ditempuh dalam waktu 20 sampai 30 jam karena jalannya masih berupa jalan tanah dan belum diaspal. Tiap kendaraan membawa paku besar dan tali seling (kawat baja) yang dipakukan di tanah atau pohon jika kendaraannya terjebak dalam kubangan berlumpur. Bisa juga minta tolong ditarik kendaraan lain. O, itu terjadi sekitar akhir tahun 70-an sampai awal 80-an, jawabnya ketika didesak tahun kejadiannya. Tetapi, dengan sigap ia mempertanyakan beberapa palu pemecah kaca yang raib.

Dia berharap, pelayanan bus Damri yang sudah baik ini agar dapat ditingkatkan dan  ketepatan waktu agar dipertahankan. Sesuai undang-undang, mestinya bus ini dilengkapi sabuk keselamatan, katanya menambahkan. Namun, ketika penulis menunjukkan sabuk keselamatan yang menggantung di bawah kursinya karena tidak dikenakan, ia hanya mesem-mesem saja. Kemudian, ia mempertanyakan beberapa pemecah kaca yang hilang.

Pendapat Budiarto hampir sama dengan Elly (27). Pegawai Pos POM Entikong yang mengaku anak buah Budiarto. Dara yang masih lajang ini menggunakan jasa bus Damri tiap tiga bulan sekali. Sejak diterima jadi pegawai Pos POM Entikong dua tahun lalu, ia selalu menggunakan jasa bus Damri karena ketepatan dan kenyamanannya. Ia belum berniat mencoba bus yang lain karena takut kecewa. Tetapi ia mengharapkan agar ada TV selama perjalanan untuk mengusir kebosanan. Di samping kiri atas pengemudi memang terdapat boks TV, tetapi isinya perlengkapan kru bus.

Selain Budiarto dan Elly, Sanusi (69) pun salah seorang pengguna setia bus Damri sejak tahun 1992 sampai sekarang. Sanusi yang didampingi istrinya mengaku ke Kuching 6 bulan sekali untuk melakukan chek up kesehatan. Ia menggunakan jasa angkutan bus Damri bukan  untuk tujuan Kuching saja, tetapi untuk tujuan kota-kota lain di Kalimantan Barat, seperti ke Sintang dan Pinyu. Ketika ditanya kenapa memilih Damri, padahal tersedia banyak pilihan bus yang lain, ia menjawab  pelayanan bus Damri sudah baik. Mulai dari jadwal keberangkatan yang tepat waktu, kondisi bus yang bagus, bersih, dan nyaman, kapasitas jumlah kursi pun lebih sedikit dibandingkan bus lain sehingga lebih luas. Kaki tidak terasa pegal meskipun perjalanan cukup jauh. Sikap pengemudi di jalan yang sopan dan tidak ugal ugalan membuatnya merasa aman dan nyaman untuk terus menggunakan bus Damri.

Ke depan, ia mengharapkan pelayanan Damri yang sudah baik ini agar lebih ditingkatkan lagi. Ditambahkan pula, karena perjalanan Pontianak – Kuching yang cukup jauh, Damri agar menyediakan bantal serta koran untuk mengusir kejenuhan selama dalam perjalanan selain hanya mendengarkan musik serta tidur yang dapat dilakukan selama perjalanan.

Wah, dalam hati penulis membatin, hebat juga lelaki gaek ini, usia sudah mendekati 70, tetapi masih mau baca koran di atas bus berjalan sambil berleha-leha dengan bantal empuknya.

Jalan Rusak, Bus Rusak, Bonus Sopir, dan Preman

Bus buatan tahun 2006 yang kami tumpangi terus melaju. Tiba di daerah Sosok, Kabupaten Sanggau, tampak beberapa pekerja yang sedang memperbaiki jalan. Tidak tampak atribut instansi yang mengerjakan. Ia tersenyum ramah melihat kami mengambil foto jalan yang sedang diperbaikinya. Dari arah depan, bus yang kami tumpangi berpapasan dengan bus Damri dari Kuching ke Pontianak. Kedua pengemudi menyapa dengan tanda saling klakson.

Sepanjang jalan ke Entikong, tidak kurang terdapat sembilan jalan yang rusak dengan kategori ringan, sedang, dan berat. Untuk mengantisipasi kerusakan kendaraan di jalan, pengemudi bus harus harus dibekali penguasaan mesin secara umum mengantisipasi apabila terjadi kerusakan di perjalanan. Kecuali bila tidak dapat diperbaiki oleh pengemudi, dikirim dari Pontianak.

Hand phone saat ini bukan barang mewah lagi. Barang ini sudah merambah sampai ke pelosok tanah air dan ke semua lapisan masyarakat. Hal ini tampaknya menguntungkan manajemen Damri karena tanpa harus membekali pengemudi dengan peralatan telekomunikasi ini, mereka sudah memilikinya. Bahkan umumnya memiliki dua buah untuk menghindari roaming internasional. Satu nomor Indonesia, satu lagi nomor Malaysia dan pulsa yang ditanggung sendiri.

"Untuk menghargai jasa para pengemudi, manajemen memberikan bonus 1 seat apabila kapasitas 30 seats terisi semua. Jadi, pemasaran yang mencari penumpang, pengemudi yang memperoleh bonusnya karena pengemudilah yang banyak berinteraksi dengan penumpang sepanjang perjalanan," jelas Iwan.

Trend perubahan di lapangan saat ini terjadi demikian cepat. Untuk mengantisipasi trend perubahan tersebut terkait dengan keinginan konsumen, dilakukan pertemuan sedikitnya 3 kali sebulan dengan awak bus,” imbuhnya pula.

Pukul 15.15 (di Malaysia pukul 16.15 karena terdapat perbedaan waktu 1 jam antara Indonesia Malaysia) kami tiba di perbatasan Entikong. Seorang preman Malaysia mabuk dan berteriak-teriak minta jatah. Kemudia ia diamankan oleh 2 0rang polisi diraja Malaysia.

Wah, amanlah sudah, pikir kami. Namun, secara tak terduga tiba-tiba ia naik ke bus yang kami tumpangi dan berteriak-teriak yang intinya minta “jatah”. Seorang Ibu tampak ketakutan mendekati kami. Namun, setelah mendapat lima ringgit dari pengemudi bus, ia turun.

Melalui perjalanan yang cukup panjang namun menyenangkan, akhirnya kami tiba di Kuching pukul 16.45 WIB atau pukul 17.45 waktu Malaysia. Meski berada di posisi segaris dengan Waktu Indonesia Barat (WIB), Malaysia dan Singapura menetapkan waktu yang berbeda dengan Waktu Indonesia Barat. Oleh karena itu, jangan heran kalau di sana tidak pernah terjadi matahari di atas kepala itu tepat jam 12.00 atau matahari terbit tepat pukul 06.00.

Beberapa hal yang kami catat, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya adalah, layanan bus Damri Antarnegara yang melayani lintas Pontianak – Kuching pergi/pulang cukup prima. Layanan Prima Madya yang diberikan oleh PKKPJT ternyata bukan basa-basi atau hanya untuk menyenangkan Perum Damri. Hal ini kami peroleh dari respon kesetiaan penumpang yang sangat tinggi. Begitu tingginya sampai tidak mau mencoba operator lain.

Namun, untuk menjaga kelangsungan layanan bus ini tampaknya keinginan dan harapan masyarakat perlu didengar dan ditindaklanjuti untuk lebih meningkatkan daya saing. Kita tahu bahwa pesaing tidak pernah tidur atau terlena mencari celah kelemahan kita. Demikian pula palu pemecah kaca sebagai standar untuk keselamatan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terutama terhadap bus ber-AC yang konon, kacanya ditendang pun tidak akan pecah. (Syamsu Alhadi – Dwi Wisnu)