(Jakarta, 4/4/2014) Kajian lanjut UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan beserta peraturan turunannya dinilai menjadi isu strategis dalam mendukung pelaksanaan ASEAN Single Aviation Market. Hal tersebut disampaikan Direktur Angkutan Udara Djoko Murjatmodjo saat dalam paparan yang mengangkat tema “Isu Strategis di Bidang Angkutan Udara dan kebutuhan penelitian dalam Pelaksanaan ASEAN Open Sky” pada acara Round Table Discussion Badan Litbang Perhubungan di Jakarta, Selasa (2/4).
 
Salah satu kesimpulan study yang telah dilakukan Badan Litbang Perhubungan mengenai Dampak Open Sky Tahun 2015 Terhdap Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri dan Luar Negeri Indonesia menyatakan secara regulasi UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan telah siap menghadapi ASEAN Open Sky.

“Kami menanggapi bahwa penajaman kajian tidak hanya pada Undang-Undang Penerbangan tetapi juga regulasi dibawahnya apakan perlu diperbaiki atau ditambah, “ kata Djoko.

Djoko melanjutkan kajian lanjut tersebut diharapkan dapat mendukung pelaksanaan ASEAN Single Aviation Market yang selaras dengan kepentingan nasional antara lain dari aspek market akses dan investasi asing bagi airlines maupun penyedia jasa penunjang penerbangan asing. Selain itu, Djoko mengatakan sudah terdapat roadmap ASEAN menghadapi ASEAN Single Aviation Merket hingga diatas tahun 2015 meliputi elemen ekonomi dan teknis sehingga hal tersebut perlu diantisipasi pada tingkat nasional.

Studi lain yang diharapkan dalam rangka pelaksanaan ASEAN Single Aviation Market  adalah kesiapan standar kompetensi profesi di bidang jasa penunjang penerbangan.

“ Dalam ANNEX 1 hanya mengatur mengenai ketentuan pilot, Air Traffic Controller (ATC), dan engineer. Selain itu, ketentuan tenaga kerja lainnya tidak diatur. Era ke depan pada pelaksanaan ASEAN Single Market Aviation, tenaga ahli profesi di bidang jasa penunjang penerbangan lainnya memungkinkan bergerak  dari satu negara ke negara lainnya. Untuk itulah, kita perlu menyiapkan bagaimana standar kompetensi profesi tersebut,” lanjut Djoko.

Kesiapan Indonesia menghadapi kemungkinan Penyatuan Standar Safety dan Manajemen Lalu Lintas Penerbangan di ASEAN  juga dianggap perlu dilakukan dalam menghadapi ASEAN Open Sky.
 
Open Skies berarti memberikan fleksibelitas atau kesempatan yang luas kepada perusahaan angkutan udara untuk dapat melaksanakan elemen-elemen hak angkut udara (traffic rights) yang diperoleh atas dasar perjanjian bilateral atau multilateral. Objek ASEAN Open Skies terbagi menjadi Hard Right/Hak Angkut dan Soft Right/Jasa Penunjang Angkutan Udara. Pelaksanaan liberalisasi hak angkut telah disepakati 3 persetujuan yaitu ASEAN Multilateral Agreement on   Air Services (MAAS), ASEAN Multilateral Agreement on the  Full Liberalization of Passenger Air Services (MAFLPAS), dan ASEAN Multilateral Agreement On The Full Liberalization Of Air Freight Services (MAFLAFS) (Khusus untuk Freighter. (ARI)