(Jakarta, 15/02/10) Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengirimkan surat rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan selaku regulator dan pembina keselamatan penerbangan untuk menekankan kembali safety kepada semua operator. Hal tersebut dimaksudkan agar aspek yang disimpulkan sementara oleh KNKT sebagai pemicu suatu insiden maupun insiden serius yang terjadi, bisa dicek kembali (re-check) dan lebih diperhatikan.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi di Jakarta, Senin (15/2), mengatakan bahwa rekomendasi tersebut dikeluarkan terkait insiden berturut yang dialami dua pesawat berbeda milik Batavia Air sepanjang minggu pertama Februari lalu. Insiden pertama dialami pesawat Batavia bernomor penerbangan 7P-343 tujuan Jakarta-Surabaya, Senin (8/2). Pesawat jenis Boeing 737-200 yang bernomor registrasi PK-YVP itu memutuskan terbang kembali (return to base/RTB) ke bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten. Keputusan RTB tersebut diambil pilot setelah mengetahui adanya gangguan pada tekanan udara (system pressurized) saat mengudara yang sempat membuat kantung oksigen dalam kabin keluar dari tempatnya.

Berselang beberapa hari kemudian, tepatnya Jumat (12/2), pesawat Batavia jenis lain dengan nomor penerbangan 7P-635 tujuan Jakarta-Manado kembali melakukan RTB ke Soekarno-Hatta. Kali ini, aksi tersebut dipicu oleh problem pada sistem hidrolik dari pesawat jenis Airbus A330/200 PK-YVI yang membawa 140 penumpang tersebut.

Kemudian sehari setelahnya, atau Sabtu (13/2), Batavia mengalami insiden yang lebih serius. Roda pesawat Boeing 737-200 registrasi PK-YTR yang membawa 120 penumpang pada penerbangan bernomor penerbangan 7P-735 rute Surabaya-Makassar, pecah menjelang lepas landas di Bandara Juanda Surabaya. Tidak ada korban jiwa akibat peristiwa tersebut, tetapi bandara sempat ditutup hingga beberapa jam karenanya, dan puluhan rencana penerbangan mengalami pengunduran.

Menurut Tatang, ketiga peristiwa itu menjadi modal yang cukup bagi KNKT untuk mengeluarkan rekomendasi kepada regulator untuk melakukan evaluasi terhadap Batavia. Tujuannya agar peristiwa serupa dapat diantisipasi dan tidak dialami lagi, baik oleh maskapai yang sama maupun maskapai lain pengguna pesawat sejenis.

”Tiga insiden berbeda yang dialami tiga pesawat dari maskapai yang sama, ini perlu mendapat perhatian lebih. KNKT harus mengeluarkan rekomendasi yang bersifat segera sebelum final report selesai. Terutama untuk dua peristiwa pertama, agar operator yang menggunakan pesawat sejenis memperhatikan prosedur perawatan yang telah ditetapkan oleh regulator,” jelas Tatang.

Tidak hanya kepada Batavia, imbuhnya, kepada Sriwijaya yang terperosok saat melakukan RTB di Cengkareng akibat rusaknya sistem hidrolik pada 27 Januari lalu, KNKT juga mengeluarkan rekomendasi. ”Belakangan, masalah pada sistem hidrolik sering kita dengar. Karena itu, kita meminta agar aspek ini mendapatkan perhatian yang lebih oleh operator lain, khususnya operator  yang bersangkutan agar tidak terjadi lagi,” katanya.

Tatang menambahkan, memberikan rekomendasi memang merupakan aksi pamungkas dari tugas-tugas investigasi yang dilakukan KNKT. Namun demikian, rekomendasi yang didasari pada kesimpulan sementara tetap bisa diberikan KNKT sebagai langkah antisipasi awal.  Misalnya untuk kategori insiden seperti yang dialami Batavia maupun insiden serius Sriwijaya, imbuhnya.

”Mereka melakukan RTB karena adanya temuan masalah yang dilaporkan pilot. KNKT juga menerima informasi itu. Dengan petunjuk awal itu, kemudian mengeluarkan rekomendasi agar maskapai lain tidak mengabaikan prosedur perawatan. Kalau untuk kategori kecelakaan (accident) memang harus menunggu kesimpulan akhir dari penyelidikan, karena lebih kompleks, meski ada beberapa kasus yang juga bisa kita keluarkan rekomendasi awal (rekomendasi segera),” pungkas Tatang. (DIP)