Jakarta. Munculnya sejumlah perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis teknologi informasi atau online di sejumlah kota besar di Indonesia beberapa waktu belakangan ini sempat memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Bahkan tidak jarang sampai dengan terjadi konflik yang berujung pada tindak kekerasan diantara kedua pelaku penyedia layanan transportasi baik konvensional dan online. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan tengah merivisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Aturan ini sedianya akan mulai diberlakukan Kemenhub pada 1 April 2017 mendatang.

Kemarin (30/3) dua perusahaan besar di Indonesia Blue Bird dan Go-Jek telah berhasil menjembatani konflik yang terjadi belakangan ini dengan meluncurkan program kolaborasi Blue Bird dan Go-Jek. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mendukung adanya kolaborasi antara Blue Bird dan Go-Jek yang disebut sebagai kolaborasi anak bangsa. Ini menurut Budi membuktikan tidak hanya model bisnis yang bisa menyatu tapi juga ada semangat nasionalisme dan menjadi awal yang baik untuk meningkatkan level of service transportasi Indonesia.

Senada dengan Menhub, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan kerjasama Blue Bird dan Go-Jek ini merupakan bentuk kolaborasi yang harmonis demi mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat pengguna transportasi khususnya taksi.

Tidak dapat dipungkiri penggunaan aplikasi layanan transportasi berbasis teknologi saat ini lebih dipilih dan aplikasi ini telah menjadi suatu kebutuhan masyarakat karena kemudahannya untuk diakses. Akan tetapi menurut Joko ini harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kondisi yang sudah ada sebelumnya yaitu angkutan umum/taksi konvensional agar keberadaan taksi online tidak menggerus pendapatan taksi resmi yang nantinya berujung pada saling mematikan usaha taksi.

Lanjut Joko, kolaborasi antara Blue Bird dan Gojek sebelumnya telah diterapkan terlebih dahulu oleh Pemerintah Kota Solo dimana Pemerintah Kota Solo menerapkan suatu aturan agar perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi berkolaborasi atau bergabung dengan usaha taksi resmi. Dengan kebijakan ini diharapkan pangsa pasar taksi resmi di Solo tidak beralih dan dapat menekan konflik yang berujung pada kerusuhan sosial.

Dengan kolaborasi ini maka bukan tidak mungkin pelayanan transportasi juga dapat meningkat. Pemerintah berharap ini dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain demi peningkatan pelayanan transportasi di Indonesia. Kolaborasi yang harmonis ini diyakini membuat usaha tetap berlanjut. (GD/TH/BS/JAB)