MAKASSAR - Untuk lebih mengoptimalkan program Tol Laut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menyelesaikan persoalan disparitas harga khususnya bagi masyarakat yang berada di Indonesia Timur, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi berinisiatif untuk menambah jumlah pelabuhan feeder atau pengumpan dengan melibatkan pelayaran rakyat.

“Saya cenderung menindaklanjuti usulan Prof. Yamin Jinca (Guru Besar Transportasi Universitas Hasanuddin) kita sebanyak mungkin menciptakan feeder di beberapa tempat, katakanlah di Sulawesi Utara, di Ambon, di Maluku Utara, di Papua nanti kita buat feeder. Feeder itu di Miangas sudah kita buat. Feeder ini harus diciptakan karena feeder itu dilakukan oleh pelayaran rakyat, kata Menhub usai menjadi pembicara di Dialog Kritis Solutif Untuk Negeri di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (19/4).

Menurut Menhub pelayaran rakyat merupakan ujung tombak pelayaran khususnya di daerah yang sulit dijangkau. Hal lainnya menurut Menhub dengan melibatkan pelayaran rakyat maka dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Lanjutnya, ke depan pemerintah fokus untuk mengelola barang-barang apa yang diangkut dengan kapal tol laut disesuaikan dengan jenis kapal yang melayani. Maksudnya di sini adalah kapasitas kapal akan disesuaikan dengan besar kapal yang mengangkut barang tol laut. Soal subsidi Menhub menyebut akan terus memberikan subsidi biaya kapal.

“Kalau subsidi itu harus karena selain untuk masyarakat, barang-barang ini memang harus dibawa dengan suatu jumlah dan suatu tujuan yang tidak favorit. Oleh karenanya pemerintah turun agar barang itu lebih pasti ada dan harganya lebih murah. Kalau dulu itu harga tidak stabil dan belum tentu ada. Nanti subsidinya lebih ke kapal,” jelas Menhub.

Secara khusus untuk wilayah Makassar Menhub berencana akan mendidik sebanyak 3000 orang untuk dididik menjadi pelaut. Selain itu pada kunjungan kerjanya ke Makassar Menhub akan menyerahkan sebanyak 24 kapal untuk mendukung pelayaran rakyat.

Pada kesempatan yang sama Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Prof. Yamin Jinca menjelaskan salah satu penyebab disparitas harga yang terjadi di Indonesia Timur dikarenakan kondisi ekonomi wilayahnya dan transportasi yang belum terintegrasi.

“Yang harus diperhatikan bukan hanya transportasinya tapi kembangkan ekonomi wilayahnya. Salah satu penyebab disparitas harga adalah integrasi transportasi yang belum jalan dengan baik antara Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR dengan Kementerian Perhubungan harus lebih baik,” jelas Yamin.

Oleh karena itu Yamin mengapresiasi pemerintah yang telah menyelenggarakan program tol laut untuk menekan disparitas harga antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur.

Pada tahun 2018 terdapat setidaknya 15 trayek tol laut yang dilayani sebanyak 19 kapal dari tahun sebelumnya sebanyak 13 trayek. Dari total 15 trayek tol laut sebanyak 6 trayek dilayani PT Pelni, 2 trayek dilayani PT ASDP, dan 7 trayek dilayani perusahaan pelayaran swasta. Pada tahun ini Kementerian Perhubungan telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 447,6 milyar. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 335 milyar.

Sedikit berbeda dengan pola subsidi sebelumnya, selain memberikan subsidi untuk operasional kapal tahun ini pemerintah juga memberikan subsidi untuk setiap kontainer yang diangkut. Adapun nantinya kapal tol laut dari 3 pelabuhan pangkal akan melalui 58 pelabuhan singgah.

Turut hadir dalam kegiatan Dialog Kritis Solutif Untuk Negeri diantaranya Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan Soni Sumarsono, Direktur Utama PELNI Insan Purwarisya L Tobing, Direktur Utama Pelindo IV Doso Agung, dan Guru Besar Transportasi Universitas Hasanuddin Prof. Yamin Jinca. (GD/TH/LP/BI)