JAKARTA. Sejak ditetapkan pada Oktober 2016, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra khususnya bagi pengusaha taksi konvensional dan taksi online atau angkutan sewa berbasis online.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Pudji Hartanto mengatakan untuk mengakomodir kebutuhan kedua belah pihak, Kementerian Perhubungan kini tengah merivisi PM 32/2016. Dari 11 materi yang dilakukan revisi terdapat beberapa materi yang secara khusus untuk mengakomodir keinginan kedua belah pihak.

“Berkaitan dgn kapasitas silinder, keinginan taksi online berharap bisa 1000 cc, kebijaksanaan pemerintah berkaitan dgn go green program langit biru ini juga merupakan salah satu kita menunjang itu”, kata Pudji di Jakarta (14/3).

Lebih lanjut dikatakan Pudji kendaraan roda empat (R4) berkapasitas 1000 CC sudah memenuhi kelayakan jalan. Pudji berharap kendaraan yang digunakan mengangkut beban sesuai ketentuan, “1000 CC itu kendaraan sudah layak jalan, tidak bisa dibantah lagi, dan dari segi kemanaannya sudah aman, initinya tidak melebihi apa yang menjadi aturan, artinya kesimpulannya awal dari kecelakaan itulah pelanggaran,” ujarnya.

Materi kedua yaitu terkait uji KIR, Pudji kembali menegaskan uji KIR harus tetap dilakukan untuk menjamin keselamatan dan keamanan kendaraan. Berbeda dengan sebelumnya kini kendaraan yang telah dilakukan uji KIR tidak diketok melainkan di emboss.

“Kita berikan win-win solution KIR nya tidak diketok tapi kita emboss dan ditempel, ini berlaku juga bagi taksi yang eksisting,” jelas Pudji.

Selain itu, kata Pudji nantinya kendaraan angkutan online akan diberikan sticker dan kode khusus dari Korlantas Polri. Masa sosialisasi PM 32/2016 selama 6 bulan akan habis pada akhir bulan Maret 2017. Pudji berharap aturan ini sudah bisa dilaksanakan pada 1 April 2017.

“Masa sosialisasi PM 32 itu 6 bulan habis tepat saat akhir bulan Maret ini, diharapkan 1 April 2017 sudah bisa dilaksanakan,” ungkap Pudji.

Tidak hanya itu, untuk mengakomodir keinginan pengusaha angkutan konvensional termasuk angkutan umum, Kemenhub nantinya juga akan memberlakukan penetapan tarif batas atas dan bawah sehingga diharapkan akan menciptakan iklim persaingan usaha yang lebih kondusif. Tidak menentunya tarif angkutan online khususnya pada waktu jam sibuk dan senggang dianggap dapat menimbulkan polemik.

“Akan dilakukan penetapan tarif batas atas dan bawah, karena ini juga yang menjadi gejolak khususnya para taksi konvensional yang sekarang karena selama ini seolah-olah harganya murah, dimana saat peak hour harganya mahal, saat lenggang harganya diskon,” jelas Pudji.

Jumlah armada angkutan online yang berlebih di suatu daerah dianggap Pudji juga perlu diatur lebih lanjut agar jumlahnya tidak berlebih. Hal ini juga berlaku bagi taksi konvensional yang juga dibatasi jumlahnya, “kita batasi untuk bagaimana taksi konvensional itu juga sudah ada batasannya, taksi online juga harus dibatasi,” ucap Pudji.

Terkait kedua materi terakhir ini, kata Pudji lebih lanjut kewenangannya diserahkan ke pemerintah daerah untuk mengatur. (GD/TH/BS/JAB)