JAKARTA –Setelah Menerima uraian dan penjelasan tentang pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 dari Direktur Angkutan dan Multimoda Cucu Mulyana, 30 Wartawan NTB yang mengadakan kunjungan kerja ke Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya dapat memahami pemberlakukan aturan PM 26 Tahun 2017.

Rombongan wartawan DPRD Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dipimpin oleh Sekretaris Dinas Perhubungan Propinsi NTB, Ari Purwantini mengadakan kunjungan kerja ke kantor Kemenhub untuk memperoleh penjelasan terkait dengan pemberlakukan PM 26 Tahun 2017 tentang Angkutan Sewa Khusus atau sering disebut taksi online. Kedatangan rombongan wartawan NTB ini sebelumnya diterima oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, J. A. Barata. Sesuai dengan topik kedatangannya, kemudian rombongan ini dipertemukan dan difasilitasi berkomunikasi dengan Direktur Angkutan dan Multimoda (AMM), Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat), Cucu Mulyana.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur AMM, Cucu Mulyana menjelaskan “PM 32 itu untuk mengakomodir taksi online karena kebijakan Pemerintah sudah jelas taksi reguler tidak boleh mati dan taksi online tetap berjalan. Sehingga lahir PM 26/2017 sebagai revisi PM terdahulu, yaitu PM 32/2016. Diharapkan kedua PM (PM 32/2016 dan PM 26/2017) ini bisa melakukan industri angkutan darat yang harmonis di lapangan tanpa gesekan. Apabila yang disebut taksi online mengikuti peraturan dengan baik maka secara legal taksi online yang disebut sebagai Angkutan Sewa Khusus sudah sah bisa operasi di Indonesia,” jelas Cucu di Ruang Singosari Kemenhub pada Senin (17/7).

Para wartawan NTB tersebut sangat antusias mengajukan pertanyaan kepada Direktur AMM. Kebanyakan pertanyaan tersebut bertolak dari kenyataan beroperasinya taksi online di wilayah NTB yang sampai saat ini masih banyak yang belum memiliki izin. Dan satu demi satu pertanyaan tersebut dijawab dengan mendetail oleh Cucu Mulyana. Mulai dari transportasi online untuk penumpang dan barang, perlindungan konsumen online, sanksi bagi pelanggaran ketentuan PM 26/2017 sampai dengan jawaban pertanyaan bagaimana ketentuan beroperasinya taksi online di Bandara.

Saat ini PM 26/2017 sudah memasuki masa transisi 3 bulan setelah 1 Juli 2017 dengan pemberlakukan kuota, tarif batas atas dan batas bawah, STNK atas nama badan hukum dan pajak. Masa ini di antaranya untuk memberi kesempatan penghitungan terkait kuota angkutan sewa khusus (taksi online) ditetapkan oleh Gubernur atau Kepala Daerah sesuai kewenangannya sebagaimana diatur dalam PM 26/2017 Pasal 22.

“Untuk kuota, dalam surat Dirjen ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Dirjen Hubdat. Kemarin yang sudah mengusulkan dari Jawa Timur dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. Sedangkan provinsi lain masih dalam proses. NTB saat ini masih ditunggu konsultasinya ke Ditjen Hubdat terkait kuota tersebut,” ujar Cucu.

Sementara itu, terkait tarif batas atas dan batas bawah, pemberlakuan tarif angkutan sewa khusus (taksi online) dibagi menjadi 2 wilayah yaitu Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali, dan Wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

“Kemarin hanya ada 11 provinsi yang mengusulkan ke kita karena tarif itu di dalam mekanisme PM 26 diterbitkan Pemerintah Pusat atas usulan dari daerah. Dengan pendekatan supaya tidak jauh berbeda dengan bus AKAP ditetapkan tarifnya berdasarkan wilayah yakni Wilayah I dan Wilayah II. Wilayah I dengan tarif batas atas sebesar Rp. 6.000/km dan tarif batas bawah sebesar Rp. 3.500/km. Untuk Wilayah II tarif batas atas sebesar Rp. 6.500/km dan tarif batas bawah sebesar Rp. 3.700/km. Nusa Tenggara Barat masuk dalam pedoman wilayah II,” terang Cucu.

Menurut Cucu, diberlakukannya pengaturan tarif dan kuota untuk melindungi taksi reguler dari perang tarif dengan taksi online.

“Kalau taksi online itu katakanlah asumsinya murah, pelayanan bagus, dengan sekarang kita tetapkan tarif batas bawah, harusnya tingkatkan pelayanannya lebih tinggi lagi karena asumsinya harganya naik, itu kompetisi pelayanan. Jadi kalau taksi reguler tidak mau berbenah maka akan tertinggal,” ujar Cucu.

Lanjut Cucu, terkait STNK atas nama badan hukum, bagi anggota Koperasi yang memiliki STNK atas nama perorangan masih dapat menggunakan kendaraannya untuk melakukan kegiatan angkutan sewa khusus sampai dengan berakhirnya masa berlaku STNK dengan melampirkan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara anggota Koperasi dengan pengurus Koperasi.

Sedangkan terkait pajak, Cucu mengatakan hal tersebut berada dalam kewenangan Kementerian Keuangan.

Sementara itu, Cucu mengatakan dibutuhkan ikatan kerjasama dengan pengelola bandara jika angkutan sewa khusus atau taksi online ingin beroperasi di Bandara.

“Pada prinsipnya kendaraan atau taksi di bandara itu harus ada ikatan kerjasama dengan pengelola bandara karena pengelola bandara harus menyiapkan dropzone, areal pengendapan, sampai dengan usia kendaraan. Kalau tidak diatur malah semrawut,” ujar Cucu.

Di sisi lain, perihal sanksi, Cucu menjelaskan pemberian sanksi tergantung pada pihak mana yang melanggar.

“Kalau pelanggaran dilakukan oleh vendor dalam hal ini aplikator, kita hanya bisa komunikasikan dengan kominfo, nanti kominfo yang bisa berikan sanksi, karena kita hanya bermitra kerja dengan angkutannya, sedangkan aplikasinya bermitra dengan Kominfo,” tutup Cucu. (LFH/TH/BS/JAB)