Jakarta - Kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi Indonesia melalui APBN atau APBD hanya mampu mengakomodir 30-40%, sehingga membutuhkan 70% dana investasi dari BUMN/BUMD/Swasta Nasional maupun Asing. Hal ini disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat menghadiri dan memberi testimoni dalam acara Nawabakti PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang mengangkat tema "Membangun Negeri Kita Bisa" di Hotel Kempinski, Kamis (15/3).

Pembangunan infrastruktur transportasi terus dikembangkan, hal ini sesuai dengan prioritas pembangunan pemerintahan Jokowi untuk meningkatkan daya saing nasional.

"Kita harus berjuang dan budayakan swasta dan asing. Dalam hal ini PT. SMI mempunyai peranan seperti dalam proyek LRT Jabodebek yang semula akan kami bangun menggunakan dana APBN akhirnya bisa dibangun dengan dana kombinasi antara PMN dan investasi PT. KAI dan Adhi Karya untuk pertama kalinya," jelas Menhub Budi.

Kolaborasi ini melalui diskusi panjang yang cukup komprehensif. Tidak hanya membahas finansial saja namun juga rekomendasi pada aspek legalitas dan kelembagaan. Apabila tidak terjadi kolaborasi ini maka Ditjen Perkeretaapian tentu akan menghabiskan banyak dana dan kita tidak memiliki kesempatan untuk membangun sektor lain.

Menhub Budi juga menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah masih banyak yang belum mengetahui terkait kolaborasi seperti ini. Padahal, ini merupakan era yang baik bila juga dilakukan di berbagai daerah.

“Pemda belum banyak yang tahu terkait pendanaan swasta ini. Berdasarkan pengalaman, PT.SMI juga memberi solusi bagaimana pembiayaan LRT di Sumatera Selatan dapat berjalan baik. Selanjutnya beberapa proyek potensial agar bisa membangun sesuai nawacita. Dengan service yang seperti ini kita ada induk perusahaannya dan kita tidak bisa main-main di sini. Ini jelas semua orang lihat, formatnya bagus. Saya harap ini juga bisa dilakukan oleh kementerian lain dan juga di daerah," tukas Menhub Budi.

Dalam waktu dekat, Kemenhub akan melakukan lelang berbagai proyek diantaranya proyek kereta api di Makassar Pare-Pare, bandara Tarakan, Labuan Bajo, Lampung, dan Pelabuhan yang bertempat di Bau-Bau dan lain-lain. Terkait hal ini, terdapat dua format yang akan ditetapkan. Nantinya, akan dilakukan kerja sama baik dengan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan PT.SMI.

“Itu kita tenderkan kepada investor yang bisa saja dia bukan operator, yang beli bisa macam-macam. Bisa bank ataupun investor dalam dan luar negeri. Lalu nanti ada tender lagi operasi untuk orang dan barang,” jelas Menhub Budi.

Dengan format seperti ini, ada suatu proses pembelajaran yang baik bagi kementerian/lembaga dan memberi ruang bagi investor dan operator untuk bekerja sama. Menhub Budi memberi contoh pada proyek kereta api di Makassar, Pare-Pare bahwa Kemenhub meminta PT.PII untuk membuat skema yang diminati masyarakat.

“Jadi, operator bisa saja untuk yang di Makassar Pare-Pare bukan PT.KAI kita beri kesempatan yang lain supaya ada kompetisi di situ. Investor tidak selalu bank, tapi siapa saja yang bisa melakukan itu,” tutur Menhub.

Keterlibatan PT. SMI dalam pembangunan infrastruktur transportasi bisa menghemat APBN mencapai 1-3 triliun dalam setahun. Nantinya, Menhub Budi akan membagi 4 perusahaan untuk kebutuhan investasi tahun ini diantaranya PT.SMI, PT.PII, Dana Reksa, dan Bahana.

Kemudahan untuk Melakukan Ekspor di Pelabuhan

“Ekspor itu harus hati-hati. Jangan berambisi direct call itu hebat, bisa hebat untuk komunitas tertentu tapi untuk yang bisa dikonsolidasikan supaya itu jadi murah sehingga menjadi barang kompetitif itu juga harus dipikirkan. Kita harus melihat seberapa besar economy of skill. Kalau kecil cuma kepelabuhan yang dekat akhirnya membuat negara lain menjadi hub kita. Saya akan sediakan pesawat carteran yang saya subsidi untuk jalan. Untuk logistik yang lain ini harus menciptakan hub-hub. Kita harus berpikir sebagai negara besar harus punya beberapa hub disini,” tukas Menhub.

Menhub juga ingin membuat Pelabuhan Tanjung Priok menjadi lebih besar dan meminta Pelindo II dan Pelindo III khususnya untuk mengkonsolidasikan barang di Tanjung Priok supaya bisa banyak, kalau banyak bisa kapal besar yang datang sehingga nilai ekspor bisa lebih kompetitif karena komponen kapal relatif lebih murah.
“Kalau kisaran 8000-9000 bisa langsung ke Eropa, Jepang tapi kalau hanya 1.000 tidak bisa jauh-jauh,” tutup Menhub Budi. (BNK/TH/LP/BI)