JAKARTA - Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dengan Transportasi Laut dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 8 Juni 2020. Dirjen Hubla R. Agus H. Purnomo mengungkapkan, siapa saja bisa bepergian dengan moda transportasi laut di era adaptasi kebiasan baru ini, tetapi harus memenuhi protokol kesehatan dan dilengkapi dokumen persyaratan perjalanan yang berlaku.

“Kewajiban penumpang yang paling penting mereka harus bertanggungjawab atas kesehatannya masing-masing dengan mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, jaga jarak dengan penumpang lain, sering cuci tangan atau menggunakan hand sanitizer,” ujar Dirjen R. Agus H Purnomo belum lama ini.

Kesehatan Paling Utama, Ekonomi Harus Tetap Berjalan

Mengetahui esensi dari kebijakan Kementerian Perhubungan itu, para operator moda transportasi laut menyambutnya dengan positif. Johanda (55), pemilik Sekonyer Travel, salah satu pengelola paket wisata di kawasan konservasi Orang Hutan terbesar di dunia, Tanjung Puting Kalimantan Tengah ini menyambutnya dengan gembira.

“Kebijakan yang dinanti-nanti oleh kami agar pemerintah segera melonggarkan pembatasan sosial karena bulan Juli sampai dengan bulan September 2020 saat peak season holiday – puncak musim liburan dimana arus wisatawan berkunjung ke desitinasi Tanjung Puting, lagi banyak-banyaknya,” ujar Johanda, yang akrab dipanggil Pa Jo ini.

Lima tahun terakhir, dari catatan dinas pariwisata setempat, ada sekitar 20 ribu hingga 30 ribuan wisatawan mancanegara (wisman) pertahunnya mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting. Sebagian besar wisatawan mancanegara tersebut datang dari Jepang, Eropa dan Kanada, serta sejumlah kecil dari berbagai negara di Asia.

“Setiap tahunnya jumlah pengunjung kawasan konservasi orang hutan terbesar di dunia terus bertambah hingga 2 ribu hingga 3 ribu orang, pada puncak musim liburan,” ujar Pa Jo menambahkan.

Pa Jo yang sudah dua dekade menggeluti bisnis trevel khusus paket wisata Tanjung Puting berharap musim liburan tahun ini pintu wisatawan mancanegara tetap dibuka, meskipun harus dengan cara yang selektif dan mengikuti standar protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

“Tidak harus membuka pintu lebar-lebar menyambut arus wisman, tetapi menangkap peluang wisman mancanegara dengan lebih baik selektif dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam melayani wisatawan merupakan sebuah peluang. Bisa mendatangkan wisman separuhnya dari jumlah pengunjung biasanya per tahun, selama pandemi Covid-19 ini, sungguh sudah luar biasa,” ujarnya.

Protokol Kesehatan yang Ketat

Kendati berharap pariwisata cepat segera bangkit kembali, Pa Jo juga was-was dengan kedatangan wisatawan mancanegara. Jangan sampai kedatangan wisatawan justru menimbulkan second wave Covid 19 di Indonesia, yang akan membuat semakin berat bangkitnya industri pariwisata nasional.

Lantas, apa kaitannya SE Ditjen Hubla No 12 dengan Sekonyer Travel? Sebagai salah satu travel yang menyelenggarakan paket wisata mengunjungi suaka margasatwa Orang Hutan terbesar di dunia di hutan tropis di Kalimantan Tengah di areal hutan tropis seluas 415 ribu hektar, para wisatawan harus menulusuri Sungai Sekonyer menggunakan kapal kecil yang kerap dijuluki kapal klotok.

“Para wisman untuk menuju Taman Nasional Tanjung Puting hanya memakan waktu 1-2 jam perjalanan, tetapi lazimnya mereka menyewa untuk 3-4 hari sekalian menjadikan kapal klotok sebagai tempat menginap di kapal yang berukuran 4,5x10 m cukup untuk 5-8 orang dengan 2 orang crew kapal. Mereka menikmati safari menelusuri Sungai Sekonyer dengan lebar 75-100 meter sebagai satu-satunya jalan menuju suaka margasatwa primata terbesar di dunia,” tutur Pa Jo yang antusias menggeluti bisnis wisata di Kalteng itu.

Setahu Pa Jo, pengoperasian kapal klotok yang dikategorikan sebagai kapal wisata kecil sudah seharusnya mematuhi kententuan SE Ditjen Hubla No. 12.Hal tersebut dalam menggerakkan kembali moda transportasi laut pada masa adaptasi kebiasaan baru bertransportasi, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, dan melengkapi dokumen dengan persyaratan yang berlaku agar pelaku operator moda transportasi dan masyarakat penggunanya tetap produktif namun aman dari terpapar Covid-19.

“Bila para wisman yang mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting diwajibkan mematuhi protokol kesehatan mencegah penyebaran Covid-19, dengan senang hati mematuhinya bahkan tanpa diminta mereka akan memakai masker, menggunakan senitizer, sering melakukan cuci tangan, serta mau menjaga jarak,” ujar Pa Jo.

Pebisnis yang sudah lama menggeluti bisnis travel itu yakin kalau para tamunya akan mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 selama perjalanan menuju Taman Nasional Tanjung Puting dan menginap – makan dan tidur selama 3-4 hari di kapal klotok.

Demikian pula persiapan untuk kapal klotoknya, Johanda berjanji akan mematuhi petunjuk operasional sesuai arahan SE Ditjen Hubla No. 12 yang mengacu pada protokol kesehatan. Seperti pembersihan dan sterilisasi kapal secara rutin, menyiapkan sarana untuk cuci tangan, serta mengatur jumlah penumpang maksima 70% kapasitas.

“Kami tidak keberatan atas syarat tersebut, namun ada kemungkinan bakal ada penyesuaian tarif terkait nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, biasanya tarifnya sebesar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta, kemungkinan naik menjadi Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta per orang,” jelas Pa Jo.

Agar masa adaptasi kebiasaan baru ini bisa berjalan baik, Pa Jo berharap, Pemda dan para pihak terkait pengawasan seperti TNI/Polisi serta satpol PP ikut membantu memantau pelaksanaan kebiasaan baru agar bisa berjalan dengan baik.

“Para pelaku bisnis wisata sadar kalau penularan Covid-10 di kapal klotok selama perjalanan ke Taman Nasional Tanjung Putting bisa terjadi, maka resikonya adalah paket wisata ke kawasan konservasi primata terbesar di dunia itu bakal ditinggalkan para wisatawan mancanegara,” ujar Pa Jo..

Berharap Pariwisata Bangkit Kembali

Mengetahui industri pariwisata nasional yang lesu karena dampak pandemi Covid-19, Pa Jo harap-harap cemas mengikuti perkembangan jumlah penderita Corona Virus di dalam negeri dan juga mancanegara. Ia berharap wabah virus asal Wuhan China ini segera berakhir.

Pa Jo juga mengaku tidak bisa terus menerus tinggal di rumah tanpa ada kepastian kapan epidemi Covid-19 akan berakhir, karena itu dia mendukung pelonggaran PSBB dengan menerapkan kebiasaan baru dalam melakukan kegiatan bisnisnya tapi tetap aman dari terpapar Covid-19.

Hampir dua bulan, pengakuan Pa Jo, usaha travelnya terhenti – sejak pemerintah menerapkan strategi PSBB pada tanggal 24 April 2020 lalu. Dampaknya banyak para wisatawan mancanegara membatalkan kunjungannya ke pusat primate terkemuka di dunia, sehingga tingkat kunjungan wisman di lokasi Taman Nasional Tanjung Puting bisa dibilang terhenti.

Selain kapal klotok milik Sekonyer Travel, masih ada seratus lebih kapal klotok yang mengais rezeki di TN Tanjung Puting. Namun, mereka tidak bisa gegabah menghadapi pelonggaran PSBB dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.

Pa Jo pesimis tanpa pengawasan, sosialisasi SE Ditjen Hubla No. 12 tidak akan berjalan dengan tingkat disiplin yang tinggi. Para pemilik kapal klotok akan mematuhi sesuai kemampuan mereka. Karena itu dia berharap bantuan para pemangku kepentingan dan ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan pelonggaran PSBB di lapangan.

“Bisa melayani para wisman 30 persen dari jumlah rata-rata wisatawan yang mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting per tahunnya, sudah baik, asal disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan,” ujar Johanda.

Selain destinasi wisata Taman Nasional Tanjung Puting, masih banyak destinasi bahari lain yang mengoperasikan kapal pesiar yang menjadi target sosialisasi SE Ditjen Hubla No. 12, antara lain Labuan Bajo (NTT), Gili Trawangan (NTB), Bunaken (Sulut), Taman Laut Tobotobo (Malut), dan Raja Ampat (Papua), 10 wisata bahari (Bangka Belitung) dan Toba (Sumut)

Perlu Kehati-Hatian

Direktur Utama PT. Pelni, Insan Purwarisya L Tobing mengingatkan, pengembangan pelayaran khususnya kapal pesiar di destinasi bahari perlu kehati-hatian karena fakta di lapangan banyak kapal pesiar yang terkontaminasi Covid-19.

Dalam menindaklanjuti SE Ditjen Hubla No. 12, menurut Insan, adalah kewajiban operator untuk menerjemahkan dalam bentuk juklak dan juknis. “Bagaimana kita bisa mengelola transportasi laut agar mengutamakan selamat, sehat, dan tetap produktif,” jelasnya.

Lanjut Insan, perusahaan yang dipimpinnya telah membuat protokol-protokol untuk semua unsur di perusahaan yang terkait dengan kebiasaan baru yang bakal menjadi kultur baru yang harus dijalani oleh masyarakat pengguna moda transportasi laut agar tidak terpapar Covid-19.

Sejak awal berhubungan dengan calon penumpang saat memesan tiket, pihak PT Pelni sudah meminta surat keterangan sehat kepada calon penumpang – bila tidak ada hasil pemeriksaan rapid test negatif atau hasil PCR.

Demikian pula saat perjalanan – di atas kepal, pihak PT Pelni juga menyiapkan perlindungan buat para ABK yang dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain bagi mereka yang berhubungan langsung dengan penumpang akan menyiapkan APD yang lengkap.

“Kendati menimbulkan rasa kurang nyaman buat si pemakai tapi hal ini merupakan keharusan,” tegas Insan.

Selain itu lanjut Insan, para ABK juga harus mematuhi protokol kesehatan, antara lain: menggunakan masker, pengecekan suhu tubuh selama perjalanan, menjaga jarak, mencuci tangan menggunakan desinfektan/sabun, dan kerap memakai hand sanitizer.

Demikian pula, sesuai arahan SE Ditjen Hubla No.12, keharusan menjaga kebersihan kapal pada saat mau berangkat, di pelabuhan, dan ketika kapal sudah sampai tujuan. “Semua itu kami lakukan agar tidak terjadi penularan Covid-19 di kapal,” ucap Insan. (AS/HG/CH)